759 KM - Puisi
Di sini, di Pondok Cina, masa lalu engga benar-benar pergi,
Maka, Depok, engkau adalah sebuah mozaik yang belum selesai.
Tuju ratus lima puluh sembilan kilometer kusebrangi.
Hanya untuk pada sebuah tanda
tanya yang panjang.
Kupacu raga ini di sini, di Depok,
dengan sejuta kenangan.
Tak hanya diam, tetapi hati yang
berbicara.
Bernapas, bertumbuh, dan terus
bertanya.
Hati yang besar, yang tak akan
pernah berhenti bercerita.
Apakah tujuanku sebenarnya, atau
hanya sekedar lari,
dari zona nyaman yang mengurung diri?
---
Apakah ini arah yang tepat, atau hanya sebuah pelarian dari ketakutan akan kesalahan, dan tangisan yang tak tertahan?
Aku punya tujuan besar yang terdampar
jelas di angan.
Tetapi dunia tak semudah membolak-balikan
tangan.
Ekspektasi menghalangi
persimpangan jalan untuk melangkah.
Oleh sebab itu, kakiku kadang
ragu, membingungkan peta langkah.
Setiap jalan seperti bercabang,
setiap pilihan berbisik lara.
Membuatku terdiam di
persimpangan, dan bertanya pada hati lalu tidak ada jawaban.
Memang, bagi setiap jiwa yang
berani bernapas dan terus berjalan.
Badai kesedihan engga ada yang
menduga.
Bahkan lebih dahsyat, mengguncang
pondasi keyakinan yang sudah coba kukokohkan.
Di tengah rintik hujan yang
membasahi keraguan,
Dan angin kencang kecemasan,
Aku bertanya, sanggupkah diri
ini melewati semua cobaan?
Namun, di sela-sela tengah kota
dan debu kesepian,
Canda tawa teman adalah matahari
yang menghangatkan.
Kabut kegalauan soal cinta dan
kehidupan berubah menjadi kekuatan.
Cerita suka dan duka membawa
kita terbawa arus pemahaman yang saling bertumbuh.
Apapun arus kehidupannya; soal
manusia, mimpi, dan harapan, itu semua menjadi jaring pengaman,
Menangkapku setiap kali hampir
jatuh dan menyerah.
759km itu mungkin hanya tentang
jarak dan bagian dari perjalanan yang harus aku gapai.
Untuk memahami bahwa rumah
bukalah tempat, tapi tentang cinta dan pertumbuhan.

kelassss
BalasHapus❤️❤️❤️❤️
BalasHapus