Aland (Cerita Pendek)
Karakter utama kita bernama Aland, dia adalah manusia yang bernapas dengan paru-paru, dan menghirup oksigen. Aland adalah anak yang rajin menulis, segala tentang kegelisahannya, dia tuangkan lewat sastra, dan orang lain enggak ada yang tahu itu.
Enggak ada yang tahu, bahwa Aland suka menabung, suka berinvestasi untuk jangka panjang. Untuk remaja seusia kepala dua setengah menuju tiga, sangat bagus untuk bisa punya pemikiran tentang gimana nasib masa depannya. Aland bahkan sudah mempunyai tabungan untuk nikahan dia dengan pacarnya dari SMP. Padahal belum tahu siapa pacarnya, siapa jodohnya. Sungguh perencanaan uang yang begitu baik. Aland hatinya sangat lemah lembut, terlebih kepada orang yang dia sangat sayangi.
Dia sangat terobsesi tentang percintaan, ekspresi dan tindakan dia mencerminkan bahwa dia punya bahasa cinta yang merupakan tindakan pelayanan terhadap orang lain, secara tanpa sadar, Aland adalah anak yang sangat baik. Ketika orang lain sudah dekat dengannya, Aland akan membuat orang itu merasakan kehangatan, merasa bahwa Aland adalah ‘rumah’ baginya, menjadi tempat sandaran ternyaman.
Tidak sulit untuk bergaul dengan Aland, begitu pula sahabatnya, bahkan Aland sendiri sudah menganggap seperti keluarga sendiri. Hubungan Aland bersama sahabatnya cukup baik dari SMA, kuliah, hingga kerja, tapi dengan keadaan yang belum sepenuhnya dikatakan baik di luar sana karena Covid melanda, sekarang sudah lama tak berjumpa. Sekalinya bertemu hanya sapaan dan saling kabar antar jejaring media sosial.
Sahabat dekat Aland itu bernama Bino. Bino tahu betul tentang percintaan Aland bersama Karina sekarang yang sudah berjalan lima tahun, atau yang bisa dipanggil dengan sebutan “karin.” Saking berpasangannya, sahabat dekat Aland mengira bahwa Aland dan Karin akan menikah suatu saat nanti. Mereka berdua saling berdekatan, mereka seperti jari tengah dan jari manis.
Setiap pergi berkencan, outfit mereka selalu matching, makanan kesukaan mereka selalu sama. Mereka pasangan yang serasi dan cocok. Aland dan Karina begitu saling melengkapi, seolah bisa membuat baju dan celana apapun iri.
Sahabatnya pernah bertanya tentang keseriusan Aland terhadap Karin.
“Lu kenapa milih dia, Land?” Tanya sahabatnya.
“Tau sendiri kan lu, Karin yang selalu bisa nerima gua, dia yang selalu jadi senyuman kebahagiaan gua. Cukup gua mau dia di samping gua aja sih, itu udah lebih dari cukup.” Aland menjawabnya dengan bahasa puitis, serius, dan ambisius.
Respond sahabatnya saat itu biasa aja, namun ada sedikit kekhawatiran. “Ya bagus sih, Land. Tapi jangan terlalu berharap, nanti jatohnya bakal lebih sakit.” Sahabatnya mengingatkan Aland untuk jangan mengharapkan sesuatu terlalu berlebihan. “Iya gua tahu.” Jawab Aland dengan santainya. Aland yang sangat ambisius. “Gua akan melakukan apapun demi membahagiakan Karin.” jawab Aland.
Dengan percaya dirinya, dia mengatakan bahwa, “Kayaknya gua akan melamar dia.” Sahabatnya terkejut dengan napas yang sedikit melegakan, ikut serta bahagia, “Wahhhh, gua dukung lu, kalau lu mau serius sama dia.” Respond sahabat yang baik.
Latar tempat yang sudah Aland persiapkan di dalam pikiran Aland, membuat Aland tersenyum dan semakin percaya diri. Yaitu pantai yang jaraknya sekitaran 17 km dari rumah Aland. “Gua udah tahu ini tempat yang cocok buat ngelamar Karin.” Imajinasi Aland, membuat hormon dopamin (hormon rasa senang) pada puncaknya.
“Di mana itu, Land?.” Tanya sahabatnya.
“Di pantai yang mataharinya begitu indah itu. Apalagi kalau sunset.” Jawab Aland yang sungguh amat sangat memedulikan estetika. “Kayaknya besok gua mau ajak dia ke situ deh, jadi gua suruh Karin ke situ dulu, buat nunggu kejutan indahnya.” Dia cukup percaya diri karena kejutan indahnya itu akan bikin Karin bahagia.
Pada suatu malam, diambang kebahagiaan, handphone-nya mendapatkan notif. Notif itu adalah WhatsApp dari Karin. Karin mengajak Aland untuk berkencan di suatu restoran cepat saji yang pertama kali mereka ketemu. namun Aland tidak mendengarnya.
Di masa lalu, di sebuah restoran cepat saji itulah mereka pertama kali bertemu, dan Aland merasa jatuh hati kepadanya. Waktu itu pada saat karin ingin membayar pesanannya di Mcd, memesan paket panas 2 ayam kripsy kepada pelayan kasirnya, dan mengatakan, “Maaf kak, untuk hari ini kami tak menerima uang cash.” Aland dengan sigap tanpa pamrih mengatakan “Ini saya ada, debit bisa kan mbak?,” “Bisa kak.” jawab pelayan itu, pelayan itu mengeluarkan sedikit senyumnya, lalu menyengir, seolah iri terhadap prilaku baik Aland terhadap Karin.
Pada malam itu, chat sederhana dari Karin yang berbunyi “Ada yang mau aku omongin serius ke kamu ini, prihal hubungan kita yang sedang tidak baik-baik saja.” Karin menjelaskan tentang kegelisahannya, tentang bagaimana caranya untuk mengungkapkan sesuatu yang membuat Aland merasa tercengang, namun sepertinya Karin enggan untuk memberitahu Aland, WhatsApp seolah tidak mau menerima kabar yang tidak mengenakan itu. (delete for everyone). Betul, sekarang chatnya sudah menghilang…
Aland yang sedang menyibukan dirinya untuk menyiapkan sebuah perayaan yang baginya itu sangat berarti, baginya adalah sebuah rasa kejantanan pria yang menunjukan bahwa Aland serius dengan Karin. Handphone Aland sedang disilent malam itu, karena jika Aland tahu, notif itu akan menjadi sebuah ketidakjelasan yang membuat Aland merasa bertanya-tanya dan gelisah.
Pada sebuah pantai itulah Aland akan melamar Karin, di tengah hormon kebahagiaan pada diri Aland, Aland sangat bahagia, karena dia percaya bahwa semua akan berjalan sesuai dengan rencananya. Kita akan tahu seberapa romantisnya Aland kepada karin.
Sebuah bungah mawar merah berbentuk love hingga karpet merah sudah Aland siapkan, Aland menggulung karpet itu sampai titik di mana Karin berdiri dengan harapan, mereka akan berjalan di atas karpet yang membawa mereka kepada bungah mawar berbentuk love itu.
Hari weekend buat sebagian orang adalah hari untuk bersenang-senang, namum tidak untuk Karin. Karin sedang berada di rumah, melakukan rutinitas di pagi hari, yaitu membersihkan rumah, membersikan badan, hingga skincare-an. Karin sedang resah sekarang, Karin merasa punya hutang kepada dirinya untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi kepada Aland, namun momen itu belum ada. Karin gelisah.
Ekspresi Karin di cermin itu terlihat jelas dengan paras wajahnya yang menggambarkan bahwa dia kepikiran. Biasanya perempuan kalau lagi sedih, pelampiasannya itu kadang melakukan hal yang ngebuat diri dia ngerasa senang. Karin senang berdandan. Pada saat Karin sedang Mascara-an, secara tiba-tiba chat WhatsApp masuk dari Aland, “Sayang, aku ada kejutan, kamu mau tidak besok sore, sekitar jam lima-an pergi ke sebuah tempat, tempatnya di pantai, yang akan aku share location ke kamu?.”
Karin kaget. Mascara yang sedang dia buat melenceng tanpa arah, dan lalu membalasnya dengan, “Ga. Kamu aja sana pergi sendiri.” Jawaban yang cukup menunjukan bahwa Karin memang mood-nya sedang kurang baik. “Sayang, aku akan menuruti semua kemauan kamu, mendengarkan semua keluh kesah kamu, jadi aku minta kehadirannya ya, aku cuman mau ini dari kamu hehe lagian kan kita sudah jarang bertemu akibat pandemi.” Jawab Aland dengan halus, dan penuh harap.
Perkataan itu membuat mood Karin yang tadinya tidak menentu, sekarang jadi menentu, memutuskan untuk menuruti, karena ada kaitannya juga yang akan dia katakan ke Aland, jadi supaya sekalian.
“Okelah, aku mau.”
“Makasih ya sayang.”
Keesokan harinya….
Sudah kita ketahui, bahwa segala sesuatu hal yang dilakukan secara tergesa-gesa itu akan mengakibatkan kemalangan, seperti Aland dan sepatu ini. Hari itu, sinar matahari begitu netral (tidak panas, tidak terik), suara burung si jalak terus membising di sekitar rumah Aland. Aland akan pergi ke pantai itu bertemu dengan pacarnya. Karena untuk sekian lamanya tak berjumpa akibat pandemi yang melanda. Dengan segala kesiapan yang sudah dia siapkan untuk kekasihnya, dia sangat mencintainya. Ketidaktegaan Aland diperlihatkan di sini, dia tidak tega kalau seandainya kekasihnya itu lama menunggu di sana. Aland pergi ke pantai memakai sepatu dengan alas kaki bagian luar yang bolong, dia tidak sadar karena terlalu tergesa-gesa dalam melakukan tindakan. Begitulah Aland, si penceroboh. Lagian kalau ke pantai itu lazimnya memakai sandal atau sepatu sandal.
Aland memandang langit sambil tersenyum, dengan pikiran yang positif Aland mengatakan, “Ini saatnya tiba.” Kepedeannya membuat harinya terasa sangat senang, Aland berjalan menuju mobilnya. Waktu ingin membuka pintu mobil, suara burung jalak itu terus membising, seakan memberi sinyal sesuatu. Namun Aland dengan pikiran positifnya bilang bahwa semua akan baik-baik saja.
Sebuah hari yang kelam dan buruk telah terjadi pada diri Aland. Di tengah perjalanan, di jalan tol, Aland mengendarahi mobil begitu sangat kencang, 123km/jam menuju tempat bertemunya Aland dan Karin, dengan santai, dengan nyaman, akhirnya berujung petaka. Aland menerima notif WhatsApp dari Karin yang begitu menyakitkan, “Aku mau putus, tujuan aku mau ke pantai ya karena aku mau kasih tahu alasannya kenapa aku mutusin kamu.” Aland shock berat melihat chat itu, Aland sambil menyetir dengan kecepatan tinggi, dengan perasaan yang penuh gelisah, tingkat keamanan dalam berkendara sudah menipis di situ, keringatan, gemetar-an. Mobil Aland tiba-tiba berbelok tanpa arah, ban mobil depan berbelok ke kanan, menghantam pembatas jalan hingga mobilnya terbalik. Aland mengalami kecelakaan. Ini rasanya seperti ketiban tangga, lalu ketiban tangga lagi berkali-kali lipat.
Sementara itu, Karin yang mood-nya lagi sedang kurang baik, dia memutuskan untuk pergi ke lokasi yang sudah diberikan oleh Aland di WhatsApp itu naik transportasi umum dengan tujuan enggan untuk diantarkan pulang oleh Aland. Seperti mencoba menjauh dari Aland, bahwa Karin sekarang lagi berusaha menuruti satu permintaan Aland ini yaitu pergi ke pantai, dan Karin enggak tahu, apa yang sebenarnya mau Aland lakukan di pantai itu. Karin heran, kenapa WhatsApp-nya cuman diread saja oleh Aland, tidak seperti biasanya, karena Aland memang terkenal sehamble itu sama orang, Aland biasanya langsung bales chat walau sedang sibuk.
Peristiwa yang begitu menyeramkan, hingga dibawa ke tempat yang sama menyeramkannya juga. Yaitu rumah sakit, Aland di bawa ke rumah sakit, untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Aland masih bernapas.
Roda itu bergelinding, membawa kabar buruk untuk sahabat Aland dan juga membawa penderitaan untuk Aland. Menuju ruangan tempat pemeriksaan, Aland diperiksa dengan baik. Polisi menemukan handphone Aland yang tergeletak di tempat kejadian perkara. Lalu diberikan kepada dokter, dokter mencoba menghubungi salah satu yang bisa mengenali Aland, tapi dokter bingung, mana yang harus dihubungin, secara otomatis, Tuhan memberikan jawaban atas kebingungan dokter, dokter secara random menelepon siapa saja yang ada di kontak handphone-nya Aland.
Dokter itu menelepon Bino.
“Selamat siang, kami dari rumah sakit Mitra Keluarga, ingin menginformasikan, bahwa teman atau saudara Anda ini mengalami kecelakaan.”
‘’Ya Tuhan.“ Tanpa basa-basi dan pikir panjang, Bino langsung bergegas ke rumah sakit. Dengan segala kekhawatirannya, Bino mencoba menelepon Karin, namun tidak diangkat. Karin sudah benar-benar terhasut pikirannya tentang sebuah rasa ingin keluar dari kehidupan Aland, sudah enggak mau berhubungan lagi tentang Aland, termasuk sahabatnya. No WhatsApp Bino diblock, dan kontak dihapus.
Karin yang sudah sampai di pantai, melihat semua yang ada di situ. Melihat apa yang telah disiapkan oleh Aland, Aland memang seromantis itu. Karin dengan ekspresi terkejut, tapi sedikit tersenyum, namun mencoba menangkis senyuman itu dengan tetap mengedepankan sebuah ego.
Karin menunggu lama, sambil berjalan-jalan di tengah-tengah bentuk love sebuah bungah mawar merah itu. Karin enggak heran, karena sudah tahu betul sifat Aland. Memang sebucin ini. Karin merasa ada yang aneh, dan kesal karena Aland tidak kunjung datang. Merasa Aland sudah mempermainkan dan membohongi Karin. Karin sebenarnya tidak sabar untuk mengatakan asalannya kenapa mutusin Aland. Handphone yang masih Karin gengam, jari-jari tangannya dengan cepat memanjakan pikiran Karin untuk menulis alasan itu melalui chat WhatsApp saja, supaya tidak lama-lama menunggu Aland yang tak kunjung datang.
Di tempat yang mengerikan itu, di rumah sakit, Aland masih terbaring kaku, lemas, tak berdaya, secara ajaibnya, Aland tidak mengalami luka di bagian luar manapun, melainkan mengalami cidera bagian dalam. Bino yang sudah berada di rumah sakit itu, sedang menunggu Aland untuk siuman. Tak lama, keajaiban lagi pun datang, tangan Aland bergerak seolah memberi tanda sinyal, bulu mata yang natural itu bergetar menunjukkan hal positif.
Tuhan memang baik, memberikan Aland kesempatan. Aland yang sudah siuman, seolah masih tak nyangka apa yang sebenarnya terjadi pada diri dia, seolah semuanya itu hanyalah mimpi, “Ada apa ini?.” Tanya Aland. “Lu kecelakaan, Land.” Aland tidak amnesia, namun juga tidak bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan diri Aland “Handphone gua mana?, gua mau telpon Karin.” Aland dengan keadaan begitu, malah memikirkan Karin. Aland masih tak nyangka dengan isi chat-nya, Aland masih ingin memproses sesuatu yang sedang terjadi. Handphone Aland masih menyala, namun sedikit retak akibat kecelakaan itu, seolah menggambarkan hati pemilik-nya, retak di dalam dan di luar. Aland membuka isi WhatsApp itu, bertanya tentang pernyataan Karin.
Aland terlihat tak berdaya, dengan segala kekuatan yang Aland punya, ternyata Aland mempunyai kontrol emosi yang baik, dalam berbicara. Karin terlihat online, Aland bertanya;
“Kenapa kamu mutusin aku?”
“Sesuatu yang sudah hilang, tidak bisa dipertahankan.”
“Apanya yang sudah hilang?.”
“Cintanya.”
“Enggak mungkin, kamu bohong kan?.”
“Apa karena kita jarang ketemu? Apakah ada yang kurang dari aku?.” Aland masih berusaha mempertanyakan sebuah ketidakwajaran itu.
“Masalahnya bukan di kamu kok, ini tentang aku aja yang sudah tidak bisa mempertahankan hubungan ini lagi.”
“Kok secepat ini?, kita sudah 5 tahun lho. Tujuan aku ingin ketemu sama kamu di pantai itu, karena mau menunjukkan sesuatu dan sekaligus merayakan kebebasan kita selama pandemi di rumah aja.”
“Iya, aku tahu sesuatunya itu kok, maaf ya ngerepotin.”
“Enggak ngerepotin sayang, aku minta maaf ya enggak bisa dateng ke pantai itu karena ada kesibukan. Ada kerjaan yang mengharuskan aku untuk aku lakukan, maaf belum sempat ngabarin” Aland berusaha menutupi apa yang sebenarnya terjadi pada diri dia, namun Karin terlihat tidak peduli tentang gimanapun Aland terhadap Karin sekarang.”
“Gpp.” Singkat, padat, dan menyakitkan.
Aland masih terus berjuang dan mempertahankan semua yang dia katakan.
“Aku sudah lebih dewasa, dalam menghadapi sesuatu kok, aku adalah orang yang sama. Aku adalah Aland yang kamu temui pertama kali di Mcd, yang kamu enggak bisa membayar karena enggak ada uang cash, aku mengerti, bahwa kita ada banyak kesibukan masing-masing, jadi aku berharap supaya jangan memprioritaskan aku saja, melainkan prioritasin terhadap cita-cita dan karir kamu. Kenapa sayang?.”
“Kenapa, kenapa kamu putusin aku?…..”
“Aku sudah beda, sekarang aku tidak seperti yang kamu kenal dulu.”
Percakapan sederhana di WhatsApp itu menunjukkan Aland sudah berada di tingkat depresinya. Aland mencabik bantal yang digunakan untuk istirahat, memplampiaskan sesuatu yang sudah terjadi. Ternyata benar, mengontrol sebuah emosi memang tidak semudah itu, karena efek setelahnya akan menunjukkan sisi seberapa tingkat depresi, dan sedihnya. Aland sangat sedih, berteriak kencang, dengan tangannya yang masih bergerak, Aland menampar dirinya, senepis semua yang sudah terjadi dengan menyakiti dirinya. Aland mencoba berdiri dari tempat tidurnya itu, Aland tidak bisa, Aland terjatuh, Aland kaget, apa yang sebanarnya terjadi. Bino, sahabatnya. Berusaha menenangkan Aland, membatu Aland kembali ke tempat tidurnya.”
Dengan sedikit tenang, tapi juga kaget, Aland bertanya, “Ada apa?”
Udara tanpa suara, hening. Di ruangan itu, situasi terpuruk sedang berkecipung masuk ke dalam diri Aland dan sahabatnya. Bino merasa sangat kasian apa yang sudah dialami oleh Aland. “Emmmm, kata dokter, lu mengalami praplegia atau lumpuh sementara. Karena benturannya yang keras menyebabkan fungsi saraf di kedua kaki lu kehilangan fungsinya Land.” Aland tidak menyangka semua itu terjadi pada diri Aland, Aland berusaha sabar dan ikhlas, walaupun dibarengi dengan tangisan.
Sudah tidak ada lagi chat WhatsApp dari Karin, WhatsApp dan nomor kontak Aland diblock oleh Karin. Aland terdiam. Berjujur kaku, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi karena masih tak percaya Karin kenapa mutusin Aland dengan gampangnya.
Dengan punya sahabat yang baik, ketika Aland sedang terpuruk, sahabat yang baik itu akan selalu ada untuk sahabatnya, begitu pula yang sedang dilakukan oleh Bino, Bino berusaha menenangkan Aland, “Udahhh, lu jangan mikirin Karin, lu masih layak untuk dicintai banyak perempuan, perempuan di luaran sana masih banyak yang ngantri untuk jadi pasangan hidup lu.”
“Tapi gua takut memulai lagi sekarang no, gua takut kejadian serupa akan terjadi lagi.” Jawab Aland sambil merasakan kesakitan pada pipinya, karena tadi ditampar oleh tangannya sendiri.
“Land, yang hanya lu butuhkan itu cukup jadi diri sendiri aja.”
Seperti yang disinggung oleh Bino, jika ingin harmonis dalam sebuah hubungan, supaya bisa bertahan, salah satunya adalah ditentukan oleh seberapa cintanya kita terhadap diri sendiri dengan tujuan untuk menemukan cinta yang tulus dari seorang kekasih; menerima kekurangan yang apa adanya kita. Semua butuh waktu memang. Seperti masalah yang sedang dirasakan oleh Aland kali ini.
Namun, Aland merasa punya pikiran negatif yang terus menghantui, seolah itu adalah hal kekurangan. Padahal, adanya kekurangan seharusnya menjadi hal yang wajar dalam setiap insan, fokus pada mengembangan diri, jika itu masih bisa diubah. Aland selalu takut dan khawatir dirinya punya salah terhadap Karin, ingin segala hal terlihat benar di mata dia.
Di sore hari yang hawanya begitu sejuk, burung kerkicau dengan merdu, di rumah sakit itu Aland tinggal, duduk di atas kursi roda yang berjalan menuju ke pantai, kebetulan ada pantai tak jauh dari rumah sakit itu, Aland yang suka banget dengan hal yang berbau tentang estetika, suka sekali melihat sunset pantai, Aland merasakan keindahannya sambil meratapi nasibnya.
Setiap hari, setiap sunset, Aland datangi pantai itu.
Setiap saat Aland berdiam diri, merasakan patah hati yang berkepanjangan di pantai itu.
Duduk di atas kursi roda yang sedang Aland kendarahi. Roda itu terus memutar di atas pasir pantai, lalu berhenti untuk menepi sambil melihat sunset yang indah, terdiam diri, di tengah suara ombak. Karena Aland kuat dan tegar, Aland masih waras, tidak gila, hanya saja sedang merasakan kecemasan. Aland sedang mendengarkan lagu Face My Fears di handphone-nya, dengan earphone, sambil memandang ke arah laut.
Bino pun sesekali jenguk Aland bersama istri barunya, Bino sudah tahu, jika Aland tidak ada di kamarnya, berarti dia sedang berada di Pantai. Bino pun akhirnya menghampiri Aland, “Aland, are u okay?” Tanya sahabat baik.
“I’m fine.”
“Gua cuman mau sendiri.”
“Oke. Jangan lupa diminum obatnya ya”
Sebuah momen, di mana hati dan fisik secara bersamaan, sedang tidak baik-baik saja. Aland merasakan itu. Bino yang tak mau tinggal diam, berusaha menghubungi Karin untuk mengungkapkan semua yang sebenarnya terjadi, namun Bino tak mau ingkar janji terhadap Aland, karena Aland sudah menitipkan amanahnya kepada Bino untuk menjaga kerahasiaan-nya. Bino hanya saja berinisiatif untuk meng-sms no Karin yang lama, karena dia pikir nonya blum diblock. Bino tak mikir panjang langsung share alamat rumah sakitnya dan bilang, “Aland mau bicara, penting.”
Karin yang sedang berada di rumah, karena ada acara pesta kecil bersama keluarganya, handphone-nya berbunyi, masuk sms dari Bino, Karin terkejut, seperti menerima sms berhadiah. Karin berpikir, bahwa dia lupa untuk mengeblock nomor Bino yang ada di kontak handphone-nya juga, hanya menghapus kontaknya saja, jadi secara tidak sadar, nomornya tidak sepenuhnya menghilang dari handphone Karin. Karin yang sedang nganggur, penasaran apa yang sedang Aland bicarakan?, dan tentang sesuatu apa di balik alamat ini?.
Karin bergegas, menyalahkan mobil, dan pergi ke tempat lokasi yang dikirim Bino itu.
Sampai di lokasi, Karin kaget, kenapa rumah sakit? Sesuatu apa yang sedang menimpa? Karin masih penasaran, lalu masuk ke dalam rumah sakit, melangkah kaki dengan cepat di tengah suara ombak, dan burung yang berkicau merdu. Karin bertanya kepada perawat, “Mbak, di sini ada yang namanya Aland?” Setelah dicek, lalu perawat itu menjawab, “Ada kak, pasien itu mengalami kecelakaan sekitar beberapa minggu yang lalu, mengalami kelumpuan sementara. Dan kebetulan lagi di pantai, melihat sunset.” Karin yang berpikir positif, tak mungkin itu Aland. Karena pasti nama Aland banyak.
Karin adalah perempuan yang ambisius, dalam karir dan kerjaannya sebagai penganalisis, tentu rasa penasaran yang tinggi sedang digunakan oleh Karin. Karin tak mungkin langsung pergi begitu saja, Karin mencoba melihat ke pantai sambil ditemani arahan dari perawat itu.
Suara langkah kaki telah terdengar, alunan suara merdu burung masih membising, suara ombak itu masih mengaluni Karin untuk menuju ke pantai itu. Setelah sampai di sana, dari kejauhan, Karin melihat Aland sedang memakai kursi roda. Karin sangat terkejut. Karin mengangkat tangan kanan dan kirinya, untuk menutupi mulutnya, karin menangis, keluar embun dari matanya, hingga air matanya menetes, membasahi kedua tangannya. Tak menyangka, yang sedang di alami oleh Aland. Karin berlari, menuju mobilnya, tak tega apa yang sedang dilihat, merasa sangat bersalah.
Terlihat dari kaca depan, di dalam mobilnya, Karin menangis histeris, menyalahkan dirinya. Karin sampai tak sanggup untuk menghampiri Aland di pantai itu.
Karin yang menangis, napas yang tak teratur, mengatakan;
“Kenapa sikap aku begitu waktu itu ke Aland.”
“Ya Tuhan, kenapa semua ini terjadiiiiiii.”
Karin terdiam, dengan napas tersedak, lalu mengatakan;
“Aku sebenarnya tak mau putusssssss, Aaaaland.”
Tak lama sambil menangis di dalam mobilnya yang sedang berhenti di parkiran rumah sakit itu, suara telfon dari mama Karin, terdengar. Karin mengambil tisu untuk menghapus kesedihannya, berpura-pura baik-baik saja.
“Iya, ada apa ma?”
“Kamu kemanaaaaaaa?, Pulang cepetan, di rumah sudah kedatangan calon suami kamu dan mertua kamu ini.”

Komentar
Posting Komentar